Deskripsi
Gangguan Rett atau dikenal dengan Rett syndrome (RS) merupakan gangguan genetika yang mengakibatkan adanya gangguan perkembangan otak. Gangguan ini muncul lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan pria. Banyak bayi dengan sindrom Rett berkembang secara normal pada awalnya, tetapi perkembangannya sering terhambat pada saat mencapai usia 18 bulan. Seiring waktu, anak-anak dengan sindrom Rett fungsi motorik untuk menggunakan tangan, berbicara, berjalan, mengunyah dan bahkan bernapas mereka tidak normal. Gangguan ini mirip sekali dengan gangguan autis, sehingga sindrom Rett juga dikenal sebagai gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorders, ASDs). American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan gangguan Rett dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD) bersama dengan beberapa gangguan lain; gangguan autisme, sindrom Asperger, gangguan disintegratif pada anak, dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan.
Senin, 12 April 2010
pengertian sindrom asperger
pengertian sindrom asperger
Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan salah satu satu jenis gangguan dari kelompok gangguan perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD). Gangguan Asperger adalah gangguan pada fase perkembangan terutama pada interaksi sosial dan perilaku yang terbatas dan tidak adanya keingintahuan terhadap lingkungan sekitarnya. Ciri yang hampir mirip dengan gejala-gejala autisme, sehingga gangguan Asperger seringkali disebut sebagai spektrum gangguan autis (autism spectrum disorders; ASDs).
Istilah sindrom Asperger pertama sekali diperkenalkan oleh Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki. Asperger memperhatikan, meskipun anak laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.
Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua.
Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan salah satu satu jenis gangguan dari kelompok gangguan perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD). Gangguan Asperger adalah gangguan pada fase perkembangan terutama pada interaksi sosial dan perilaku yang terbatas dan tidak adanya keingintahuan terhadap lingkungan sekitarnya. Ciri yang hampir mirip dengan gejala-gejala autisme, sehingga gangguan Asperger seringkali disebut sebagai spektrum gangguan autis (autism spectrum disorders; ASDs).
Istilah sindrom Asperger pertama sekali diperkenalkan oleh Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki. Asperger memperhatikan, meskipun anak laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.
Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua.
Jumat, 02 April 2010
penanganan pada disgrafia
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
ciri-ciri disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.
cara penanggulangan diskalkulia
Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah
atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah
atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
FAKTOR PENYEBAB DISKALKULIA
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
ciri-ciri diskalkulia
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
Gangguan berhitung (diskalkulia)
diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.
Ciri-Ciri Anak Disleksia
Gangguan disleksia biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu. Sebelumnya, di TK, kemampuan membaca anak tidak menjadi tuntutan, itulah mengapa gejalanya sulit diketahui sejak usia dini. Inilah ciri-cirinya:
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing."
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misalnya kata "saya" urutan hurufnya adalah s ¬ a ¬ y ¬ a.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak tersebut akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan. Walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak dengan gangguan ini akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata. Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti d - b, u - n, m - n. Ia juga rancu membedakan huruf/fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti v, f, th.
6. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca. Ia mungkin bisa membaca dengan benar, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya.
8. Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya "hal" menjadi "lah" atau "Kucing duduk di atas kursi" menjadi "Kursi duduk di atas kucing."
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misalnya, ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda seperti koma, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil, tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.
peristiwa yang mengarah ke disleksia
peristiwa-peristiwa pada anak yang dapat memperkuat dugaan disleksia ini adalah:
1. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
2. Lambat mengenali alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
3. Sulit menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembangannya.
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.
7. Mengalami hambatan pendengaran.
8. Rancu dalam memahami konsep kiri¬kanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.
9. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras
10. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.
11. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.
12. Sulit mengikat tali sepatu.
13. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.
14. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi tertulis.
15. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.
16. Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.
1. Lambat bicara jika dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
2. Lambat mengenali alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.
3. Sulit menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembangannya.
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah serupa, atau hampir sama.
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi.
7. Mengalami hambatan pendengaran.
8. Rancu dalam memahami konsep kiri¬kanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.
9. Memegang alat tulis terlalu kuat/keras
10. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.
11. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu.
12. Sulit mengikat tali sepatu.
13. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya.
14. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berkaitan dengan kata-kata maupun instruksi tertulis.
15. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama.
16. Tidak dapat menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telepon.
penanganan disleksia
ada beberapa metode yang diberikan oleh para ahli untuk menangani disleksia, yaitu :
* Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
* Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya,termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan. Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.
* Metode multi-sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
* Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya,termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar seperti kebanyakan anak-anak lain. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapatkan perlakuan negatif, sementara kesulitan itu bukan disebabkan kemalasan. Alangkah baiknya, jika orang tua dan guru peka terhadap kesulitan anak. Dari situ dapat dilakukan deteksi dini untuk mencari tahu faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan, tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana, hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Menurut penelitian, mereka cenderung mempunyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati pada orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.
faktor-faktor penyebab disleksia
Meski belum ada yang dapat memastikan penyebab disleksia ini, penelitian-penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu:
* Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.
* Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting
bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah diperlukan.
* Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan continue. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
* Faktor keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal. Orang tua yang disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya, atau anak kidal pasti disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities, dan 60% di antaranya punya anggota keluarga yang kidal.
* Problem pendengaran sejak usia dini
Apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi ini dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat. Kondisi ini hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan intensif dan detail dari dokter ahli.
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tidak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya. Padahal, perkembangan kemampuan ini sangat penting
bagi perkembangan kemampuan bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika disleksia ini tidak segera ditindaklanjuti. Konsultasi dan penanganan dari dokter ahli amatlah diperlukan.
* Faktor kombinasi
Ada pula kasus disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor di atas, yaitu problem pendengaran sejak kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan continue. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak tersebut dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel-sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang nondisleksia. Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi-fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular di otak penderita disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat itu otak harus mengenali secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).
disleksia pada dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh John Bradford (pendiri Direct Learning, sebuah lembaga pengembangan program untuk Learning Disabilities di Amerika), disleksia lebih banyak diderita pria daripada wanita. Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut
disleksia pada dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh John Bradford (pendiri Direct Learning, sebuah lembaga pengembangan program untuk Learning Disabilities di Amerika), disleksia lebih banyak diderita pria daripada wanita. Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti kesulitan visual. Ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut
tipe-tipe gangguan belajar
Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika :Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis : Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia ): Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
- Gangguan Matematika :Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis : Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia ): Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
pengobatan untuk gangguan belajar
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan adiktif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. sebenarnya tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
diagnosa gangguan belajar
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
Gejala-gejala gangguan belajar
Gangguan pada belajar memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
- kemungkinan pada anak kecil mengalami kelambatan untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain.
- kemungkinan belajar membaca dan menulis tertunda
- perhatian dalam jangka waktu yang pendek
- kemampuan yang kacau
- berhenti bicara
- ingatan dengan jangka waktu yang pendek
- anak mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengopi
- mengalami kesulita komunikasi
- beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu atau agresif
- kemungkinan pada anak kecil mengalami kelambatan untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain.
- kemungkinan belajar membaca dan menulis tertunda
- perhatian dalam jangka waktu yang pendek
- kemampuan yang kacau
- berhenti bicara
- ingatan dengan jangka waktu yang pendek
- anak mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengopi
- mengalami kesulita komunikasi
- beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu atau agresif
Penyebab gangguan belajar
Penyebab gangguan belajar masih belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori. Gangguan ini termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
Langganan:
Postingan (Atom)